MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEMOGLOBINOPATI THALASSEMIA
PRODI
S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN dr. Soebandi JEMBER
Jl.dr.
soebandi No.99 Jember, Telp./Fax.(0331)483536
Email:jstikesdr.soebandi@yahoo.com
Website:www.stikesdrsoebandi.ac.id
2017/2018
KATA PENGANTAR
Segala
puja hanya bagi Allah yang Maha Pengasi lagi Maha Penyayang. Berkat limpahan
karunia nikmatNya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hemoglobinopati” dengan lancar.
Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1
Dalam proses penyusunannya tak
lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu kami
ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya dalam menyelesaikan
makalah ini. Meski demikian, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangna yang
terdapat dalam makalah trend isu ini. Baik dari segi tanda baca, tata bahasa
maupun isi makalah ini. Sehingga secara terbuka kami menerima segala kritik dan
saran yang diberikan demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat kami
sampaikan, semoga makalah ini bisa menjadi bermanfaat baik sekarang maupun
nantinya di lingkungan kesehatan maupun di masyarakat umum.
Penyusun
Kelompok
9
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Hemoglobinopati
atau kelainan pada Hemoglobin (Hb), mencakup semua kelainan genetik pada Hb.
Dua kelompok utama yang termasuk di dalamnya adalah perubahan struktur Hb yang
menyebabkan varian Hb (varian utama adalah HbS, HbC dan HbE) serta gangguan
sintesis Hb yang dengan satu atau lebih rantai globin tersupresi secara total
atau parsial dan menyebabkan suatu kelainan yang disebut thalassemia. Bentuk
yang lebih jarang adalah kombinasi kedua kelainan tersebut. Sejauh ini, kelainan
pada Hb atau hemoglobinopati menjadi kelainan gen tunggal yang paling banyak
ditemukan di dunia. (Kohne E, 2011:532-540.)
Hemoglobinopati menyebabkan masalahkesehatan yang signifikan
pada 71% dari 229 negara-negara, termasuk kelahiran bayi-bayi di seluruh dunia.
Lebih dari 330.000 bayi lahir tiap tahunnya dengan hemoglobinopati (83%
penyakit sel sickle , 17% thalasemia).Kelainan Hb menyebabkan 3,4%
kematian anak-anak di bawah 5 tahun. Secara global, setidaknya 5,2% populasi
dunia dan sekitar 7% wanita hamil membawa kelainan pada Hb, dan lebih dari 1%
merupakan pasangan beresiko untuk memiliki anak dengan kelainan pada Hb.
(Modell B dan Darlison M, 2008)
Awalnya,
kelainan ini terutama ditemukan di daerah endemis malaria, yaitu di Mediterania
dan sebagian besar Asia dan Afrika. Salah satu alasannya adalah karena individu
carrier atau pembawa hemoglobinopati lebih tahan terhadap serangan
malaria. Keuntungan ini menyebabkan adanya seleksi terhadap penduduk yang
tinggal di daerah endemis malaria di daerah tropik dan sub tropik sehingga
terjadi peningkatan frekuensi gen penyebab hemoglobinopati di daerah-daerah
tersebut. Saat ini hemoglobinopati dapat ditemukan di bagian dunia mana pun
termasuk di daerah industri yang non-endemik malaria karena terjadi migrasi
penduduk dari daerah endemik malaria dalam rangka mencari pekerjaan atau
penghidupan yang lebih baik. (Amato A dan Giordano PC, 2009)
Indonesia
adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang beriklim tropis dan beberapa
daerah merupakan endemik malaria, sehingga diperkirakan banyak ditemukan kasus
kelainan pada Hb termasuk thalassemia.Untuk itu perlu diketahui bagaimana
perkembangan epidemiologi thalassemia pada beberapa negara di dunia dan
khususnya di berbagai daerah di Indonesia dan upaya pencegahan yang dapat
dimulai dengan skrining pada individu-individu yang memiliki kerabat pembawa
atau penderita Thalasemia. (Wulandari,
2016)
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa definisi dari hemoglobinopati ?
1.2.2
Apa etiologi dari hemoglobinopati ?
1.2.3
Apa patofisiologi dari hemoglobinopati ?
1.2.4
Apa manifestasi klinis hemoglobinopati ?
1.2.5
Apa klasifikasi hemoglobinopati ?
1.2.6
Apa penatalaksanaan hemoglobinopati ?
1.3 Tujuan
masalah
1.3.1
Untuk mengetahui definisi dari
hemoglobinopati
1.3.2
Untuk mengetahui penyebab
hemoglobinopati
1.3.3
Untuk mengetahui patofisiologi dari
hemoglobinopati
1.3.4
Untuk mengetahui manifestasi klinis
hemoglobinopati
1.3.5
Untuk mengetahui klasifikasi
hemoglobinopati
1.3.6
Untuk mengetahui penatalaksanaan
hemoglobinopati
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Hemoglobinopati
Hemoglobinopati adalah kelompok
kelainan resesif autosomal yang luas pada sintesis hemoglobin yang diantaranya
termasuk anemia sl sabit (sintesis rantai beta abnormal) dan talasemia
(defisiensi atau tidak adanya sintesis rantai alfa dan beta). Kelainan pada
sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi
eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek. Hemoglobinopati itu juga
merupakan gangguan karena abnormalitas hemoglobin yang diturunkan,
mengakibatkan berbagai keadaan. Akan tetapi hemoglobinopati juga dapat
didefinisikan lebih spesifik sebagai gangguan hemoglobin yang mencakup variasi
rantai globin, seperti perubahan atau substitusi rangkaian asam amino atau
pemindahann rantai dari tempat biasanya di dalam molekul. (Rubeinstein et al., 2010)
2.2 Etiologi
Hemoglobinopati
Hemoglobinopati disebabkan keabnormalan
kualitatif maupun kuantitatif dalam sintesis rantai protein globin alfa dan
beta pada kromosom (merupakan materi pembawa sifat) dalam pembentukan globin
pada materi sel darah merah sehingga menyebabkan kelainan struktural Hb karena
adanya mutasi DNA pada gen pembawa sehingga menyebabkan Thalasemia.(Gallagher,
2006)
2.3 Patofisiologi
Hemoglobinopati
Molekul globin terdiri atas
sepasang rantai-α dan sepasang rantai lain yang menentukan jenis Hb. Pada orang
normal dewasa terdapat tiga jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan > 96% dari Hb
total, tersusun dari dua rantai-α dan dua rantai-ß = α2ß2), Hb F(< 2% =
α2γ2) dan HbA2 (< 3% = α2δ2). Kelainan produksi dapat terjadi pada rantai-α
(α-thalassaemia), rantai-ß (ßthalassaemia), rantai-γ (γ-thalassaemia), rantai-δ
(δ-thalassaemia), maupun kombinasi kelainan rantai-δ dan rantai-ß
(ßδthalassaemia).
Pada thalassemia-ß, kekurangan
produksi rantai-ß menyebabkan kekurangan pembentukan HbA (α2ß2); kelebihan
rantaiα ini akan berikatan dengan rantai-γ yang secara kompensatoir menyebabkan
Hb F meningkat; sisanya dalam jumlah besar diendapkan pada membran eritrosit
sebagai Heinz bodies dengan akibat eritrosit mudah rusak (ineffective
erythropoesis). Pada talasemia-α, berkaitan dengan ketidakseimbangan sintesis
rantai α dan rantai non-α (ß, γ,atau δ). Rantai non-α yang tidak mempunyai
pasangan akan membentuk agregat yang tidak stabil, yang merusak sel darah merah
dan prekursornya.( Soeparman dan Waspadji S, 1999 ; Hoffbrand
AV dan Pettit JE, 1996)
2.1 Manifestasi
Klinis
Sindrom kelainan berupa hemolisis
hemoglobinopati terkristalisasi (Hb S, C, D, dll) , hemoglobin tak stabil,
thalasemia alfa atau beta yang disebabkan oleh berkurangnya sintesi rantai
globin, polistemia familial afinitas oksigen yang berubah, methemoglobin
kegagalan reduksi (Hb Ms). Manifestasi klinis dari thalasemia
α bervariasi mulai dari silent carrier sampai dengan hydrops foetalis yang
fatal. Fenotipe dari kebanyakan individu yang terkena α thalassemia umumnya
dengan gejala ringan maupun asimptomatik dan tidak terdeteksi kecuali dilakukan
pemeriksaan darah lengkap. Keluhan yang didapat akan lebih berhubungan dengan
gejala anemia seperti lemas, pucat dan gampang lelah. Pasien-pasien dengan
penyakit HbH memiliki gejala yang lebih berat seperti anemia (2.6-13.3 g/dl)
dengan jumlah HbH yang bervariasi antara 0.8-40%, dan terkadang dapat ditemukan
juga Hb Bart’s. Pada penderita HbH umumnya terdapat splenomegali, jaundice yang
dapat terlihat dalam berbagai derajat. Komplikasi lainnya seperti defisiensi
asam folat dan episode hemolitik akut akibat infeksi. Pasien-pasien yang lebih
dewasa dapat terkena iron overload. Tingkat keparahan dari penyakit ini sangat
bergantung kepada basis molekular dari penyakit ini. Hb Bart’s hydrops foetalis
syndrome umumnya meninggal in utero (23-38 minggu) atau sesaat setelah
kelahiran. Gejala klinis dapat berupa pucat dan oedem dengan tanda-tanda gagal
jantung dan anemia intra-uterine yang berkepanjangan. Hepatosplenomegali,
retardasi dalam 20 pertumbuhan otak, deformitas skeletal dan kardiovaskular
serta pembesaran plasenta yang sangat nyata dapat terlihat pada pasien-pasien
ini.( Harteveld
CL dan Higgs DR, 2010 ; Galanello R dan Cao A,2005)
Gambaran
klinis pada thalasemia β bervariasi bergantung pada delesi rantai globin β yang
terjadi. Secara umum gambaran klinis yang ditemukan antara lain :
·
Anemia berat terjadi pada
thalassemia mayor yang dapat dilihat pada usia 3-6 bulan setelah kelahiran
ketika terjadi pergantian dari produksi rantai γ ke rantai β.
·
Pembesaran hati dan limfa yang
terjadi akibat destruksi eritrosit yang berlebihan, hemopoiesis ekstramedula
dan lebih lanjut akibat penimbunan besi. Limfa yang besar meningkatkan
kebutuhan darah dengan meningkatkan volume plasma dan meningkatkan dekstruksi
eritrosit dan cadangan eritrosit.
·
Pelebaran tulang yang disebabkan
oleh hiperplasia sumsum tulang yang hebat menyebabkan terjadinya fasies
thalasemia dan penipisan korteks tulang dengan kecenderungan terjadinya
fraktur.
·
Usia pasien dapat diperpanjang
dengan transfusi darah tetapi penimbunan besi yang disebabkan oleh transfusi
berulang tidak terhindarkan kecuali bila diberikan terapi khelasi besi.Besi
yang berlebihan dapat merusak hati, organ endokrin, (dengan kegagalan
pertumbuhan, pubertas yang terlambat, diabetes mellitus, hipotiroidisme,
hipoparatiroidisme).
·
Anak yang mengalami anemia rentan
terhadap infeksi bakteri.(Hoffbrand et al. 2005)
2.2
Klasifikasi Hemoglobinopati
Hemoglobinopati
merupakan hasil mutasi yang mempengaruhi gen-gen globin dan dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama: perubahan struktural yang
membentuk suatu anomali, Hb varian, dan perubahan sintesis Hb yang menyebabkan
thalassemia, dengan satu atau lebih tipe rantai globin tersupresi secara
parsial atau total; atau dapat pula terjadi kombinasi kedua fenotip. (Sonati MF
dan Costa FF, 2008)
Kelainan ini dibagi menjadi 2 golongan
besar yaitu :
1.
Hemoglobinopati struktural : disini terjadi perubahan struktur hemoglobin (kualitatif)
karena substitusi satu asam amino atau lebih pada salah satu rantai peptida hemoglobin.
2. Thalasemia :
suatu sindrom yang ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis atau absennya pembentukan
satu atau lebih rantai globin sehingga mengurangi sintesis hemoglobin normal (kuantitatif).
(I made Bakta, 2007)
2.3
Pemeriksaan dan Penatalaksanaan Hemoglobinopati Pada Thalassemia
Pemeriksaan
laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis talasemia ialah:
1. Pemeriksaan
Darah
Pemeriksaan darah yang
dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita talasemia adalah : a. Darah
rutin Kunci mendiagnosis talasemia adalah anemia hipokromik mikrositik dengan
mean corpuscular volume (MCV) < 80 fl dan mean corpuscular haemoglobin
(MCH)< 27 pg. Pemeriksaan kombinasi MCV dan MCH ini lebih baik daripada
hanya MCV saja atau MCH saja.(Atmakusumah, T.D.2009)
2. Feritin,
Serum Iron (SI) dan Total Iron Binding Capacity (TIBC)
Pemeriksaan ini
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena defisiensi
besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan
meningkat. HbA2 yang rendah dapat ditemukan pada anemia defisiensi besi dan
talasemia α sehingga kadang sulit membedakan dengan pembawa sifat talasemia β.
Pemeriksaan feritin dapat membedakan anemia karena talasemia dengan defisiensi
besi.(Denic et al,2013)
Hemoglobinopati
merupakan target utama terapi gen karena berbagai alasan. Berkaitan dengan
strategi pengeditan gen, banyak mutasi yang menyebabkan hemoglobinopati adalah
mutasi titik tunggal, yang biasanya memungkinkan efisiensi koreksi gen lebih
besar daripada mutasi yang lebih kompleks. Akhir akhir ini, hemoglobinopati
telah berhasil diobati dengan Hematopoietic Stem Cell Transplant (HSCT), yang
mirip dengan banyak teknik terapi gen; Membutuhkan engraftment dari
Hematopoietic Stem Cell (HSCs) yang resopulasi jangka panjang. Seperti yang
akan dijelaskan, terapi gen untuk hemoglobinopati dapat dibagi menjadi empat
kategori umum (1) penambahan gen, (2) knockdown gen untuk memperbaiki fenotip
β-globinopati, (3) pengeditan gen globin, dan (4) pengeditan elemen peraturan
gen globin. (Goodnough LT dan Schrier SL, 2014 ; Lisowski et al, 2007)
Tatalaksana
thalassemia mayor adalah transfusi sel darah merah secara reguler untuk menjaga
kadar Hb tetap > 9 g/dl, diiringi dengan terapi kelasi besi intensif
parenteral menggunakan deferoxamine. Tindakan splenektomi perlu
dipertimbangkan bila kebutuhan transfusi meningkat melewati batas yang
diharapkan. Pasien thalassemia juga memerlukan suplemen asam folat yang dibutuhkan
untuk eritropoesis, imunisasi terhadap infeksi Pneumokokus dan Hemophilus influenzae B, pemberian penisilin untuk profilaksis dan
vaksinasi hepatitis B. Intervensi terhadap defisiensi endokrin akibat penumpukan
zat besi dan komplikasi lainnya diintervensi tergantung kasus. ( Forget B,
2000)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian data pada penderita
thalassemia α dan β :
Keluhan yang didapat akan lebih
berhubungan dengan gejala anemia seperti lemas, pucat dan gampang lelah.
Pasien-pasien dengan penyakit HbH memiliki gejala yang lebih berat seperti anemia
(2.6-13.3 g/dl) dengan jumlah HbH yang bervariasi antara 0.8-40%, dan terkadang
dapat ditemukan juga Hb Bart’s. Pada thalassemia β anemia berat terjadi pada
thalassemia mayor yang dapat dilihat pada usia 3-6 bulan setelah kelahiran
ketika terjadi pergantian dari produksi rantai γ ke rantai β. (Harteveld
CL dan Higgs DR, 2010 ; Galanello R dan Cao A,2005 ; Hoffbrand et al. 2005 )
3.2 Diagnosa
Keperawatan
a) Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting
untuk menghantarkan oksigen / zat nutrisi. (Hockenberry &Wilson, 2008)
b) Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan
(hockenberry & Wilson, 2008)
c) Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
nutrisi dari tubuh. (Hockenberry & wilson, 2008)
3.3 Intervensi
Keperawatan
Intervensi
untuk diagnosa keperawatan perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen / zat
nutrisi (Bulechek et al, 1996)
1.
Manajemen cairan
·
Jaga intake/asupan yang akurat dan catat
output [pasien]
·
Monitor tanda-tanda vital pasien
·
Monitor status gizi
2.
Manajemen syok
·
Posisikan pasien untuk mendapatkan
perfusi yang optimal
·
Ambil gas darah arteri dan monitor
oksigenasi jaringan
·
Monitor nilai-nilai
laboratorium(misalnya, darah lengkap dengan diferensiasi, profil pembekuan
darah, AGD, nilai laktat, kultur dan kimia darah)
3.
Manajemen cairan
·
Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan
status pernafasan dengan tepat
·
Monitor tekanan darah, denyut nadi dan
pernapasan sebelum dan selama, dan
setelah beraktivitas dengan tepat.
·
Monitor warna kulit, suhu, dan
kelembapan
Intervensi
untuk diagnosa keperawatan Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kurangnya selera makan
1.
Manajemen gangguan makan
·
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
untuk mengembangkan rencana perawatan dengan melibatkan klien dan orang-orang
terdekatnya dengan tepat
·
Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang
baik dengan klien(dan orang terdekat klien dengan tepat)
·
Dorong klien untuk mendiskusian makanan
yang disukai bersama dengan ahli gizi
·
Monitor intake/asupan dan asupan cairan
secara tepat
·
Observasi klien selama dan setelah
pemberian makan/makanan ringan untuk meyakinkan bahwa intake/asupan makanan
yang cukup tercapai dan dipertahankan
2.
Manajemen nutrisi
·
Identifikasi [adanya] alergi atau
intoleransi makanan yang dimiliki pasien
·
Atur diet yang diperlukan
·
Ciptakan lingkungan yang optimal pada
saat mengkonsumsi makan (misalnya bersih, berventilasi, santai, dan bebas dari
bau menyengat)
·
Pastikan makanan yang disajikan menarik
dan pada suhu yang paling cocok untuk konsumsi secara optimal
·
Anjurkan keluarga untuk membawa makanan
favorit pasien sementara[pasien] berada di rumah sakit atau fasilitas
perawatan, yang sesuai
Intervensi
untuk diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan nutrisi dari tubuh
1.
Terapi oksigen
·
Monitor aliran oksigen
·
Monitor kemampuan pasien untuk
mentolerir pengangkatan oksigen ketika makan
·
Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi
oksigen
·
Pantau adanya tanda-tanda keracunan
oksigen dan kejadian ateletaksis
·
Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan oksigen tambahan selama kegiatan dan/atau tidur
·
Atur dan ajarkan pasien mengenai
penggunaan perangkat oksigen yang memudahkan mobilitas
2.
Manajemen energi
·
Kaji status fisiologis pasien yang
menyebabkan kelelahan sesuai dengan konteks usia dan perkembangan
·
Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas
yang dibutuhkan untuk menjaga ketahanan
·
Monitor intake/asupan nutrisi untuk
mengetahui sumber energi yang adekuat
·
Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari
yang teratur sesuai kebutuhan (ambulasi, berpindah, bergerak dan perawatan diri)
·
Monitor respon oksigen pasien
BAB 4
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Hemoglobinopati adalah kelompok
kelainan resesif autosomal yang luas pada sintesis hemoglobin yang diantaranya
termasuk anemia sl sabit (sintesis rantai beta abnormal) dan talasemia
(defisiensi atau tidak adanya sintesis rantai alfa dan beta). (Rubeinstein et
al., 2010)
Hemoglobinopati disebabkan keabnormalan
kualitatif maupun kuantitatif dalam sintesis rantai protein globin alfa dan
beta pada kromosom (merupakan materi pembawa sifat) dalam pembentukan globin
pada materi sel darah merah sehingga menyebabkan kelainan struktural Hb karena
adanya mutasi DNA pada gen pembawa sehingga menyebabkan Thalasemia.(Gallagher,
2006)
Manifestasi
klinis dari thalasemia α bervariasi mulai dari silent carrier sampai dengan
hydrops foetalis yang fatal. Keluhan yang didapat akan lebih berhubungan dengan
gejala anemia seperti lemas, pucat dan gampang lelah. .( Harteveld
CL dan Higgs DR, 2010 ; Galanello R dan Cao A,2005)
Pada thalasemia β bervariasi bergantung
pada delesi rantai globin β yang terjadi. Secara umum gambaran klinis yang
ditemukan antara lain anemia berat terjadi pada thalassemia mayor yang dapat
dilihat pada usia 3-6 bulan setelah kelahiran ketika terjadi pergantian dari
produksi rantai γ ke rantai β, Pembesaran hati dan limfa yang terjadi akibat
destruksi eritrosit yang berlebihan, hemopoiesis ekstramedula dan lebih lanjut
akibat penimbunan besi. (Hoffbrand et al. 2005)
Hemoglobinopati diklasifikasikan menjadi
dua kelompok utama: perubahan struktural yang membentuk suatu anomali, Hb
varian, dan perubahan sintesis Hb yang menyebabkan thalassemia, dengan satu
atau lebih tipe rantai globin tersupresi secara parsial atau total; atau dapat
pula terjadi kombinasi kedua fenotip. (Sonati MF dan Costa FF, 2008)
Salah
satu Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis talasemia
ialah Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita
talasemia adalah : a. Darah rutin Kunci mendiagnosis talasemia adalah anemia
hipokromik mikrositik dengan mean corpuscular volume (MCV) < 80 fl dan mean
corpuscular haemoglobin (MCH)< 27 pg. Pemeriksaan kombinasi MCV dan MCH ini
lebih baik daripada hanya MCV saja atau MCH saja.(Atmakusumah, T.D.2009)
DAFTAR
PUSTAKA
1. Amato
A dan Giordano PC, 2009. Screening and Genetic Diagnosis of Hemoglobinopathies
in Southern and Northern Europe: Two Examples. Mediterranean Journal of
Hematology and Infectious Diseases, 1.
2. Atmakusumah,
T.D.2009. Thalassemia: manifestasi klinis, pendekatan diagnosis, dan
thalassemia intermedia. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. InternaPublishing.
Jakarta
3. Bulechek,
G.M ., H.K, Butcher., J.M, Dochterman., C.M, Wagner. 1996. Nursing Interventions
Classification (NIC). St. Loui. Mosby. Terjemahan Nurjannah,
I., R.D, Tumanggor.2016. Nursing
Interventions Classification (NIC). CV. Mocomedia
4. Denic,
S., Agarwal, M.M., Dabbagh, B.A., Essa, A.E., Takala, M., Showqi, S.,Yassin, J.
2013. Hemoglobin A2 Lowered by Iron Deficiency and α-Thalassemia: Should
screening Recommendation for β-Thalassemia change?. ISRN Haematology,
vol. 2013: 1-5
5. Forget
B. 2000. Hoffman Hematology Basic
Principles and Practice. Edisi Ketiga. Philadelphia. Churchill Livingstone.
6. Gallagher,
P.G.2006. Wiliam Hematologi.New York
: Mc Graw Hill
7. Galanello
R, Cao A. 2005. Alpha-Thalassemia. GeneReviews. University of Washington.
Seattle
8. Goodnough
LT, Schrier SL. 2014. Evaluation and management of anemia in the elderly. Am J Hematol,89(1):88–96
9. Harteveld
CL,Higgs DR. 2010. α-thalassemia. Orphanet
Journal of Rare Disease.5:13
10. Hoffbrand
AV, Pettit JE. 1996. Kapita Selekta Hematologi. Edisi kedua. ECG.
Jakarta
11. Hoffbrand
AV,Pettit JE, Moss PAH. Thalasemia In :
Kapita Selekta Hematologi.EGC.Jakarta.2005. 66-75
12. Hockenberry,M.J.,
dan Wilson,D.2008. Wong’s Clinical Manual
of Pediatric Nursing. New York . Elsevier
13. I
made Bakta. Hemoglobinopati. In :
Hematologi Klinik Ringkas. EGC. Denpasar. 2007.85-95
14. Kohne
E, 2011. Hemoglobinopathies Clinical Manifestations, Diagnosis, and Treatment. Deutsches
Arzteblatt, 108 : 532-540.
15. Lisowski
L, Sadelain M. 2007. Locus control region elements HS1 and HS4 enhance the
therapeutic efficacy of globin gene transfer in β-thalassemic mice. Blood, 110(13):4175–8
16. Modell
B dan Darlison M, 2008. Global epidemiology of haemoglobin disorder and derived
service indicators. Public health reviews, 86: 480-487.
17. Rubenstein, D. D, Wayne. dan J,
Bradley.2010. Kedokteran Klinis.
Erlangga medical series. Jakarta
18. Soeparman,
Waspadji S.1999. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Ilmu
Penyakit Dalam, 2;121-29
19. Sonati
MF, and Costa FF, 2008. The genetics of blood disorders: the hereditary
hemoglobinopathies. Jornal de Pediatria,84.
20. Wulandari,
R. D. 2016. Kelainan pada Sintesis
Hemoglobin:Thalassemia dan Epidemiologi Thalassemia. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 5(2):33
http://stikesdrsoebandi.ac.id/