Rabu, 02 Januari 2019

Makalah Hemoglobinopati Thalassemia


MAKALAH  ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEMOGLOBINOPATI THALASSEMIA






PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. Soebandi JEMBER
Jl.dr. soebandi No.99 Jember, Telp./Fax.(0331)483536
Email:jstikesdr.soebandi@yahoo.com
Website:www.stikesdrsoebandi.ac.id
2017/2018

KATA PENGANTAR
Segala puja hanya bagi Allah yang Maha Pengasi lagi Maha Penyayang. Berkat limpahan karunia nikmatNya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hemoglobinopati” dengan lancar. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1
Dalam proses penyusunannya tak lepas dari bantuan, arahan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu kami ucapkan banyak terima kasih atas segala partisipasinya dalam menyelesaikan makalah ini. Meski demikian, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangna yang terdapat dalam makalah trend isu ini. Baik dari segi tanda baca, tata bahasa maupun isi makalah ini. Sehingga secara terbuka kami menerima segala kritik dan saran yang diberikan demi kesempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa menjadi bermanfaat baik sekarang maupun nantinya di lingkungan kesehatan maupun di masyarakat umum.
Penyusun
Kelompok 9



BAB 1

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Hemoglobinopati atau kelainan pada Hemoglobin (Hb), mencakup semua kelainan genetik pada Hb. Dua kelompok utama yang termasuk di dalamnya adalah perubahan struktur Hb yang menyebabkan varian Hb (varian utama adalah HbS, HbC dan HbE) serta gangguan sintesis Hb yang dengan satu atau lebih rantai globin tersupresi secara total atau parsial dan menyebabkan suatu kelainan yang disebut thalassemia. Bentuk yang lebih jarang adalah kombinasi kedua kelainan tersebut. Sejauh ini, kelainan pada Hb atau hemoglobinopati menjadi kelainan gen tunggal yang paling banyak ditemukan di dunia. (Kohne E, 2011:532-540.)
     Hemoglobinopati menyebabkan masalahkesehatan yang signifikan pada 71% dari 229 negara-negara, termasuk kelahiran bayi-bayi di seluruh dunia. Lebih dari 330.000 bayi lahir tiap tahunnya dengan hemoglobinopati (83% penyakit sel sickle , 17% thalasemia).Kelainan Hb menyebabkan 3,4% kematian anak-anak di bawah 5 tahun. Secara global, setidaknya 5,2% populasi dunia dan sekitar 7% wanita hamil membawa kelainan pada Hb, dan lebih dari 1% merupakan pasangan beresiko untuk memiliki anak dengan kelainan pada Hb. (Modell B dan Darlison M, 2008)
Awalnya, kelainan ini terutama ditemukan di daerah endemis malaria, yaitu di Mediterania dan sebagian besar Asia dan Afrika. Salah satu alasannya adalah karena individu carrier atau pembawa hemoglobinopati lebih tahan terhadap serangan malaria. Keuntungan ini menyebabkan adanya seleksi terhadap penduduk yang tinggal di daerah endemis malaria di daerah tropik dan sub tropik sehingga terjadi peningkatan frekuensi gen penyebab hemoglobinopati di daerah-daerah tersebut. Saat ini hemoglobinopati dapat ditemukan di bagian dunia mana pun termasuk di daerah industri yang non-endemik malaria karena terjadi migrasi penduduk dari daerah endemik malaria dalam rangka mencari pekerjaan atau penghidupan yang lebih baik. (Amato A dan Giordano PC, 2009)
Indonesia adalah salah satu negara di Asia Tenggara yang beriklim tropis dan beberapa daerah merupakan endemik malaria, sehingga diperkirakan banyak ditemukan kasus kelainan pada Hb termasuk thalassemia.Untuk itu perlu diketahui bagaimana perkembangan epidemiologi thalassemia pada beberapa negara di dunia dan khususnya di berbagai daerah di Indonesia dan upaya pencegahan yang dapat dimulai dengan skrining pada individu-individu yang memiliki kerabat pembawa atau penderita Thalasemia.  (Wulandari, 2016)

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apa definisi dari hemoglobinopati ?
1.2.2        Apa etiologi dari hemoglobinopati ?
1.2.3        Apa patofisiologi dari hemoglobinopati ?
1.2.4        Apa manifestasi klinis hemoglobinopati ?
1.2.5        Apa klasifikasi hemoglobinopati ?
1.2.6        Apa penatalaksanaan hemoglobinopati ?
1.3  Tujuan masalah
1.3.1        Untuk mengetahui definisi dari hemoglobinopati
1.3.2        Untuk mengetahui penyebab hemoglobinopati
1.3.3        Untuk mengetahui patofisiologi dari hemoglobinopati
1.3.4        Untuk mengetahui manifestasi klinis hemoglobinopati
1.3.5        Untuk mengetahui klasifikasi hemoglobinopati
1.3.6        Untuk mengetahui penatalaksanaan hemoglobinopati






BAB 2
PEMBAHASAN
2.1    Definisi Hemoglobinopati
Hemoglobinopati adalah kelompok kelainan resesif autosomal yang luas pada sintesis hemoglobin yang diantaranya termasuk anemia sl sabit (sintesis rantai beta abnormal) dan talasemia (defisiensi atau tidak adanya sintesis rantai alfa dan beta). Kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi struktur hemoglobin yang menyebabkan fungsi eritrosit menjadi tidak normal dan berumur pendek. Hemoglobinopati itu juga merupakan gangguan karena abnormalitas hemoglobin yang diturunkan, mengakibatkan berbagai keadaan. Akan tetapi hemoglobinopati juga dapat didefinisikan lebih spesifik sebagai gangguan hemoglobin yang mencakup variasi rantai globin, seperti perubahan atau substitusi rangkaian asam amino atau pemindahann rantai dari tempat biasanya di dalam molekul. (Rubeinstein et al., 2010)
2.2    Etiologi Hemoglobinopati
Hemoglobinopati disebabkan keabnormalan kualitatif maupun kuantitatif dalam sintesis rantai protein globin alfa dan beta pada kromosom (merupakan materi pembawa sifat) dalam pembentukan globin pada materi sel darah merah sehingga menyebabkan kelainan struktural Hb karena adanya mutasi DNA pada gen pembawa sehingga menyebabkan Thalasemia.(Gallagher, 2006)
2.3    Patofisiologi Hemoglobinopati
Molekul globin terdiri atas sepasang rantai-α dan sepasang rantai lain yang menentukan jenis Hb. Pada orang normal dewasa terdapat tiga jenis Hb, yaitu Hb A (merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari dua rantai-α dan dua rantai-ß = α2ß2), Hb F(< 2% = α2γ2) dan HbA2 (< 3% = α2δ2). Kelainan produksi dapat terjadi pada rantai-α (α-thalassaemia), rantai-ß (ßthalassaemia), rantai-γ (γ-thalassaemia), rantai-δ (δ-thalassaemia), maupun kombinasi kelainan rantai-δ dan rantai-ß (ßδthalassaemia).
Pada thalassemia-ß, kekurangan produksi rantai-ß menyebabkan kekurangan pembentukan HbA (α2ß2); kelebihan rantaiα ini akan berikatan dengan rantai-γ yang secara kompensatoir menyebabkan Hb F meningkat; sisanya dalam jumlah besar diendapkan pada membran eritrosit sebagai Heinz bodies dengan akibat eritrosit mudah rusak (ineffective erythropoesis). Pada talasemia-α, berkaitan dengan ketidakseimbangan sintesis rantai α dan rantai non-α (ß, γ,atau δ). Rantai non-α yang tidak mempunyai pasangan akan membentuk agregat yang tidak stabil, yang merusak sel darah merah dan prekursornya.( Soeparman dan Waspadji S, 1999 ; Hoffbrand AV dan Pettit JE, 1996)
2.1    Manifestasi Klinis
Sindrom kelainan berupa hemolisis hemoglobinopati terkristalisasi (Hb S, C, D, dll) , hemoglobin tak stabil, thalasemia alfa atau beta yang disebabkan oleh berkurangnya sintesi rantai globin, polistemia familial afinitas oksigen yang berubah, methemoglobin kegagalan reduksi (Hb Ms). Manifestasi klinis dari thalasemia α bervariasi mulai dari silent carrier sampai dengan hydrops foetalis yang fatal. Fenotipe dari kebanyakan individu yang terkena α thalassemia umumnya dengan gejala ringan maupun asimptomatik dan tidak terdeteksi kecuali dilakukan pemeriksaan darah lengkap. Keluhan yang didapat akan lebih berhubungan dengan gejala anemia seperti lemas, pucat dan gampang lelah. Pasien-pasien dengan penyakit HbH memiliki gejala yang lebih berat seperti anemia (2.6-13.3 g/dl) dengan jumlah HbH yang bervariasi antara 0.8-40%, dan terkadang dapat ditemukan juga Hb Bart’s. Pada penderita HbH umumnya terdapat splenomegali, jaundice yang dapat terlihat dalam berbagai derajat. Komplikasi lainnya seperti defisiensi asam folat dan episode hemolitik akut akibat infeksi. Pasien-pasien yang lebih dewasa dapat terkena iron overload. Tingkat keparahan dari penyakit ini sangat bergantung kepada basis molekular dari penyakit ini. Hb Bart’s hydrops foetalis syndrome umumnya meninggal in utero (23-38 minggu) atau sesaat setelah kelahiran. Gejala klinis dapat berupa pucat dan oedem dengan tanda-tanda gagal jantung dan anemia intra-uterine yang berkepanjangan. Hepatosplenomegali, retardasi dalam 20 pertumbuhan otak, deformitas skeletal dan kardiovaskular serta pembesaran plasenta yang sangat nyata dapat terlihat pada pasien-pasien ini.( Harteveld CL dan Higgs DR, 2010 ; Galanello R dan Cao A,2005)
Gambaran klinis pada thalasemia β bervariasi bergantung pada delesi rantai globin β yang terjadi. Secara umum gambaran klinis yang ditemukan antara lain :
·            Anemia berat terjadi pada thalassemia mayor yang dapat dilihat pada usia 3-6 bulan setelah kelahiran ketika terjadi pergantian dari produksi rantai γ ke rantai β.
·            Pembesaran hati dan limfa yang terjadi akibat destruksi eritrosit yang berlebihan, hemopoiesis ekstramedula dan lebih lanjut akibat penimbunan besi. Limfa yang besar meningkatkan kebutuhan darah dengan meningkatkan volume plasma dan meningkatkan dekstruksi eritrosit dan cadangan eritrosit.
·            Pelebaran tulang yang disebabkan oleh hiperplasia sumsum tulang yang hebat menyebabkan terjadinya fasies thalasemia dan penipisan korteks tulang dengan kecenderungan terjadinya fraktur.
·            Usia pasien dapat diperpanjang dengan transfusi darah tetapi penimbunan besi yang disebabkan oleh transfusi berulang tidak terhindarkan kecuali bila diberikan terapi khelasi besi.Besi yang berlebihan dapat merusak hati, organ endokrin, (dengan kegagalan pertumbuhan, pubertas yang terlambat, diabetes mellitus, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme).
·            Anak yang mengalami anemia rentan terhadap infeksi bakteri.(Hoffbrand et al. 2005)

2.2    Klasifikasi Hemoglobinopati
Hemoglobinopati merupakan hasil mutasi yang mempengaruhi gen-gen globin dan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama: perubahan struktural yang membentuk suatu anomali, Hb varian, dan perubahan sintesis Hb yang menyebabkan thalassemia, dengan satu atau lebih tipe rantai globin tersupresi secara parsial atau total; atau dapat pula terjadi kombinasi kedua fenotip. (Sonati MF dan Costa FF, 2008)
Kelainan ini dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu :
1. Hemoglobinopati struktural : disini terjadi perubahan struktur hemoglobin (kualitatif) karena substitusi satu asam amino atau lebih pada salah satu rantai peptida hemoglobin.
2. Thalasemia : suatu sindrom yang ditandai oleh penurunan kecepatan sintesis atau absennya pembentukan satu atau lebih rantai globin sehingga mengurangi sintesis hemoglobin normal (kuantitatif). (I made Bakta, 2007)


2.3    Pemeriksaan dan Penatalaksanaan Hemoglobinopati Pada Thalassemia
Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis talasemia ialah:
1.    Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita talasemia adalah : a. Darah rutin Kunci mendiagnosis talasemia adalah anemia hipokromik mikrositik dengan mean corpuscular volume (MCV) < 80 fl dan mean corpuscular haemoglobin (MCH)< 27 pg. Pemeriksaan kombinasi MCV dan MCH ini lebih baik daripada hanya MCV saja atau MCH saja.(Atmakusumah, T.D.2009)
2.    Feritin, Serum Iron (SI) dan Total Iron Binding Capacity (TIBC)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan meningkat. HbA2 yang rendah dapat ditemukan pada anemia defisiensi besi dan talasemia α sehingga kadang sulit membedakan dengan pembawa sifat talasemia β. Pemeriksaan feritin dapat membedakan anemia karena talasemia dengan defisiensi besi.(Denic et al,2013)
Hemoglobinopati merupakan target utama terapi gen karena berbagai alasan. Berkaitan dengan strategi pengeditan gen, banyak mutasi yang menyebabkan hemoglobinopati adalah mutasi titik tunggal, yang biasanya memungkinkan efisiensi koreksi gen lebih besar daripada mutasi yang lebih kompleks. Akhir akhir ini, hemoglobinopati telah berhasil diobati dengan Hematopoietic Stem Cell Transplant (HSCT), yang mirip dengan banyak teknik terapi gen; Membutuhkan engraftment dari Hematopoietic Stem Cell (HSCs) yang resopulasi jangka panjang. Seperti yang akan dijelaskan, terapi gen untuk hemoglobinopati dapat dibagi menjadi empat kategori umum (1) penambahan gen, (2) knockdown gen untuk memperbaiki fenotip β-globinopati, (3) pengeditan gen globin, dan (4) pengeditan elemen peraturan gen globin. (Goodnough LT dan Schrier SL, 2014 ; Lisowski et al, 2007)
Tatalaksana thalassemia mayor adalah transfusi sel darah merah secara reguler untuk menjaga kadar Hb tetap > 9 g/dl, diiringi dengan terapi kelasi besi intensif parenteral menggunakan deferoxamine. Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan bila kebutuhan transfusi meningkat melewati batas yang diharapkan. Pasien thalassemia juga memerlukan suplemen asam folat yang dibutuhkan untuk eritropoesis, imunisasi terhadap infeksi Pneumokokus dan Hemophilus influenzae B, pemberian penisilin untuk profilaksis dan vaksinasi hepatitis B. Intervensi terhadap defisiensi endokrin akibat penumpukan zat besi dan komplikasi lainnya diintervensi tergantung kasus. ( Forget B, 2000)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1  Pengkajian data pada penderita thalassemia α dan β :
Keluhan yang didapat akan lebih berhubungan dengan gejala anemia seperti lemas, pucat dan gampang lelah. Pasien-pasien dengan penyakit HbH memiliki gejala yang lebih berat seperti anemia (2.6-13.3 g/dl) dengan jumlah HbH yang bervariasi antara 0.8-40%, dan terkadang dapat ditemukan juga Hb Bart’s. Pada thalassemia β anemia berat terjadi pada thalassemia mayor yang dapat dilihat pada usia 3-6 bulan setelah kelahiran ketika terjadi pergantian dari produksi rantai γ ke rantai β. (Harteveld CL dan Higgs DR, 2010 ; Galanello R dan Cao A,2005 ; Hoffbrand et al. 2005 )
3.2  Diagnosa Keperawatan
a)      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen / zat nutrisi. (Hockenberry &Wilson, 2008)
b)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan (hockenberry & Wilson, 2008)
c)      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan nutrisi dari tubuh. (Hockenberry & wilson, 2008)
3.3  Intervensi Keperawatan
Intervensi untuk diagnosa keperawatan perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya komponen seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen / zat nutrisi (Bulechek et al, 1996)
1.      Manajemen cairan
·         Jaga intake/asupan yang akurat dan catat output [pasien]
·         Monitor tanda-tanda vital pasien
·         Monitor status gizi
2.      Manajemen syok
·         Posisikan pasien untuk mendapatkan perfusi yang optimal
·         Ambil gas darah arteri dan monitor oksigenasi jaringan
·         Monitor nilai-nilai laboratorium(misalnya, darah lengkap dengan diferensiasi, profil pembekuan darah, AGD, nilai laktat, kultur dan kimia darah)
3.      Manajemen cairan
·         Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan dengan tepat
·         Monitor tekanan darah, denyut nadi dan pernapasan sebelum dan selama, dan  setelah beraktivitas dengan tepat.
·         Monitor warna kulit, suhu, dan kelembapan
Intervensi untuk diagnosa keperawatan Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya selera makan
1.      Manajemen gangguan makan
·         Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan rencana perawatan dengan melibatkan klien dan orang-orang terdekatnya dengan tepat
·         Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik dengan klien(dan orang terdekat klien dengan tepat)
·         Dorong klien untuk mendiskusian makanan yang disukai bersama dengan ahli gizi
·         Monitor intake/asupan dan asupan cairan secara tepat
·         Observasi klien selama dan setelah pemberian makan/makanan ringan untuk meyakinkan bahwa intake/asupan makanan yang cukup tercapai dan dipertahankan
2.      Manajemen nutrisi
·         Identifikasi [adanya] alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien
·         Atur diet yang diperlukan
·         Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makan (misalnya bersih, berventilasi, santai, dan bebas dari bau menyengat)
·         Pastikan makanan yang disajikan menarik dan pada suhu yang paling cocok untuk konsumsi secara optimal
·         Anjurkan keluarga untuk membawa makanan favorit pasien sementara[pasien] berada di rumah sakit atau fasilitas perawatan, yang sesuai
Intervensi untuk diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan nutrisi dari tubuh
1.      Terapi oksigen
·         Monitor aliran oksigen
·         Monitor kemampuan pasien untuk mentolerir pengangkatan oksigen ketika makan
·         Amati tanda-tanda hipoventilasi induksi oksigen
·         Pantau adanya tanda-tanda keracunan oksigen dan kejadian ateletaksis
·         Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen tambahan selama kegiatan dan/atau tidur
·         Atur dan ajarkan pasien mengenai penggunaan perangkat oksigen yang memudahkan mobilitas
2.      Manajemen energi
·         Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai dengan konteks usia dan perkembangan
·         Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan untuk menjaga ketahanan
·         Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat
·         Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari yang teratur sesuai kebutuhan (ambulasi, berpindah, bergerak dan perawatan diri)
·         Monitor respon oksigen pasien




BAB 4
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Hemoglobinopati adalah kelompok kelainan resesif autosomal yang luas pada sintesis hemoglobin yang diantaranya termasuk anemia sl sabit (sintesis rantai beta abnormal) dan talasemia (defisiensi atau tidak adanya sintesis rantai alfa dan beta). (Rubeinstein et al., 2010)
Hemoglobinopati disebabkan keabnormalan kualitatif maupun kuantitatif dalam sintesis rantai protein globin alfa dan beta pada kromosom (merupakan materi pembawa sifat) dalam pembentukan globin pada materi sel darah merah sehingga menyebabkan kelainan struktural Hb karena adanya mutasi DNA pada gen pembawa sehingga menyebabkan Thalasemia.(Gallagher, 2006)
Manifestasi klinis dari thalasemia α bervariasi mulai dari silent carrier sampai dengan hydrops foetalis yang fatal. Keluhan yang didapat akan lebih berhubungan dengan gejala anemia seperti lemas, pucat dan gampang lelah. .( Harteveld CL dan Higgs DR, 2010 ; Galanello R dan Cao A,2005)
Pada thalasemia β bervariasi bergantung pada delesi rantai globin β yang terjadi. Secara umum gambaran klinis yang ditemukan antara lain anemia berat terjadi pada thalassemia mayor yang dapat dilihat pada usia 3-6 bulan setelah kelahiran ketika terjadi pergantian dari produksi rantai γ ke rantai β, Pembesaran hati dan limfa yang terjadi akibat destruksi eritrosit yang berlebihan, hemopoiesis ekstramedula dan lebih lanjut akibat penimbunan besi. (Hoffbrand et al. 2005)
Hemoglobinopati diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama: perubahan struktural yang membentuk suatu anomali, Hb varian, dan perubahan sintesis Hb yang menyebabkan thalassemia, dengan satu atau lebih tipe rantai globin tersupresi secara parsial atau total; atau dapat pula terjadi kombinasi kedua fenotip. (Sonati MF dan Costa FF, 2008)
Salah satu Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis talasemia ialah Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita talasemia adalah : a. Darah rutin Kunci mendiagnosis talasemia adalah anemia hipokromik mikrositik dengan mean corpuscular volume (MCV) < 80 fl dan mean corpuscular haemoglobin (MCH)< 27 pg. Pemeriksaan kombinasi MCV dan MCH ini lebih baik daripada hanya MCV saja atau MCH saja.(Atmakusumah, T.D.2009)


DAFTAR PUSTAKA
1.      Amato A dan Giordano PC, 2009. Screening and Genetic Diagnosis of Hemoglobinopathies in Southern and Northern Europe: Two Examples. Mediterranean Journal of Hematology and Infectious Diseases, 1.
2.      Atmakusumah, T.D.2009. Thalassemia: manifestasi klinis, pendekatan diagnosis, dan thalassemia intermedia. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. InternaPublishing. Jakarta
3.      Bulechek, G.M ., H.K, Butcher., J.M, Dochterman., C.M, Wagner. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). St. Loui. Mosby. Terjemahan Nurjannah, I., R.D, Tumanggor.2016. Nursing Interventions Classification (NIC). CV. Mocomedia
4.      Denic, S., Agarwal, M.M., Dabbagh, B.A., Essa, A.E., Takala, M., Showqi, S.,Yassin, J. 2013. Hemoglobin A2 Lowered by Iron Deficiency and α-Thalassemia: Should screening Recommendation for β-Thalassemia change?. ISRN Haematology, vol. 2013: 1-5
5.      Forget B. 2000. Hoffman Hematology Basic Principles and Practice. Edisi Ketiga. Philadelphia. Churchill Livingstone.
6.      Gallagher, P.G.2006. Wiliam Hematologi.New York : Mc Graw Hill
7.      Galanello R, Cao A. 2005. Alpha-Thalassemia. GeneReviews. University of Washington. Seattle
8.      Goodnough LT, Schrier SL. 2014. Evaluation and management of anemia in the elderly. Am J Hematol,89(1):88–96
9.      Harteveld CL,Higgs DR. 2010. α-thalassemia. Orphanet Journal of Rare Disease.5:13
10.  Hoffbrand AV, Pettit JE. 1996. Kapita Selekta Hematologi. Edisi kedua. ECG. Jakarta
11.  Hoffbrand AV,Pettit JE, Moss PAH. Thalasemia In : Kapita Selekta Hematologi.EGC.Jakarta.2005. 66-75
12.  Hockenberry,M.J., dan Wilson,D.2008. Wong’s Clinical Manual of Pediatric Nursing. New York . Elsevier
13.  I made Bakta. Hemoglobinopati. In : Hematologi Klinik Ringkas. EGC. Denpasar. 2007.85-95
14.  Kohne E, 2011. Hemoglobinopathies Clinical Manifestations, Diagnosis, and Treatment. Deutsches Arzteblatt, 108 : 532-540.
15.  Lisowski L, Sadelain M. 2007. Locus control region elements HS1 and HS4 enhance the therapeutic efficacy of globin gene transfer in β-thalassemic mice. Blood, 110(13):4175–8
16.  Modell B dan Darlison M, 2008. Global epidemiology of haemoglobin disorder and derived service indicators. Public health reviews, 86: 480-487.
17.  Rubenstein, D. D, Wayne. dan J, Bradley.2010. Kedokteran Klinis. Erlangga medical series. Jakarta
18.  Soeparman, Waspadji S.1999. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia.  Ilmu Penyakit Dalam, 2;121-29
19.  Sonati MF, and Costa FF, 2008. The genetics of blood disorders: the hereditary hemoglobinopathies. Jornal de Pediatria,84.
20.  Wulandari, R. D. 2016. Kelainan pada Sintesis Hemoglobin:Thalassemia dan Epidemiologi Thalassemia. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma, 5(2):33

http://stikesdrsoebandi.ac.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar